Pages

Jumat, Juni 13, 2014

Momentum sudut orbital dan spin juda prinsip pauli



BAB I
PENDAHULUAN

1.   Latar Belakang
Elektron dapat terikat pada inti atom melalui gaya tarik menarik Coulomb. Jika jumlah elektron berbeda dari muatan listrik inti, atom tersebut dinamakan sebagai ion. Perilaku elektron terikat yang seperti gelombang dideskripsikan menggunakan fungsi matematika yang disebut orbital atom. Tiap-tiap orbital atom memiliki satu set bilangan kuantumnya sendiri, yaitu energi, momentum sudut, dan proyeksi momentum sudut.
Elektron dapat berpindah dari satu orbital ke orbital lainnya melalui emisi ataupun absorpsi foton yang energinya sesuai dengan perbedaan potensial antarorbital. Metode perpindahan orbital lainnya meliputi pertumbukan dengan partikel elektron lain. Agar dapat melepaskan diri dari atom, energi elektron haruslah ditingkatkan melebihi energi pengikatannya. Ini terjadi pada efek fotolistrik, di mana foton yang berenergi lebih tinggi dari
energi ionisasi atom diserap oleh elektron.
Oleh karena elektron bermuatan, ia menghasilkan momen magnetik orbital yang proposional terhadap momentum sudut. Keseluruhan momen magnetik sebuah atom adalah setera dengan jumlah vektor momen magnetik orbital dan momen magnetik spin keseluruhan elektron dan inti atom. Namun, momen magnetik inti sangatlah kecil dan dapat diabaikan jika dibandingkan dengan elektron. Momen magnetik dari dua elektron yang menduduki orbital yang sama (disebut elektron berpasangan) akan saling meniadakan.

2.   Rumusan masalah
1.       Bagaimana menentukan momentum sudut orbital dan spin ?
2.       bagaimana penerapan prnsip pauli dalam konfigurasi elektron ?

3.   Tujuan
1.       Dapat mengetahui cara  menentukan momentum sudut orbital dan spin
2.       Dapat mengetahui penerapan prnsip pauli dalam konfigurasi elektron.


BAB II
PEMBAHASAN

1.      Momentum Sudut Orbital dan Spin
Momentum sudut berperan yang sangat penting dalam Quantum Mechanics, seperti dalam Mekanika klasik. Momentum sudut orbital dalam Mekanika klasik adalah L = R × P
atau dalam istilah komponen
Lx = YPz - ZPy
Ly = ZPx - XPz
Lz = XP y-YP x .
Dalam Mekanika kuantum persamaan ini tetap berlaku jika P diganti dengan momentum operator. Selain momentum sudut orbital yang kita butuhkan di dalam mekanika kuantum untuk memperkenalkan momentum sudut baru yang intrinsik partikel elementer, yaitu spin. Hal ini akan dibahas secara rinci nanti. Ada sifat dasar tertentu yang umum untuk semua momentum sudut (dan jumlah dari momentum sudut). Hubungan Pergantian: Turunkan hubungan pergantian untuk Lx dan Ly
[L x, L y ] = [YPz - ZPy, ZPx - XPz ]
 = [YPz, ZPx ] - [YPz, XPz] - [ZPy, ZPx ] + [ZPy, XPz ]
Dengan menggunakan persamaan komutatif dapat dievaluasi dengan mudah:
Jadi, [Z, Pz ] = iђ
Lanjutkan sekarang dengan menghitung
[Lx, Ly] Menggunakan hasil ini di dapatkan
[YPz , ZPx ] = Y [Pz, Z] Px = - iђ Y Px
[YPz , XPz ] = 0 = [ZPy, ZPx ]
[ZPy, XPz ] = X [Z, Pz ] Py = iђ XPy
akhirnya didapatkan
[Lx, Ly ] = I ¯ h (XPy - YPx ) = iђ Lz
Hubungan pergantian ini dapat diambil sebagai definisi umum dari sebuah momentum sudut.
Gambaran umum dari Momentum Sudut ( J):
Gambaran dasar vektor momentum sudut adalah:
[Jx, Jy] = I iђ Jz
[Jy, Jz] = I iђ Jx
[Jz, Jx] = I iђ Jy
Dari hubungan ini kita dapat dengan mudah memperoleh:
[J2, ] = 0 di mana J2x + J2y+ J2z
Karena elektron bermuatan listrik negatif, maka gerak rotasinya menghasilkan medan magnet dengan momen magnetnya µ, berlawanan arah Ls.
Elektron yang berspin tersebut di dalam atom mengedari inti, namun dilihat oleh elektron (jika pengamat diam terhadap elektron), inti yang bermuatan positif tersebut mengedari elektron sehingga dari sisi elektron terdapat medan magnet akibat edaran inti tersebut.
Suatu keadaan dengan nomor kuantum momentum sudut spin S (lebih sering diangkat sebagai bilangan kuantum spin) karena pengaruh medan magnet ini terkuantisasi ruang sebanyak 2s + 1. Dari pengamatan, nilai tersebut selalu sama dengan 2 sehingga 2s + 2 Atau s = ½
Besar momentum sudut spin :

  ...(1)
Sedangkan komponen momentum sudut spin ke arah medan magnet adalah :
Sz = msh                                   ... (2)
Dengan ms adalah bilangan kuantum magnetik spin yang dapat bernilai -s dan +s atau  -½  atau ½.
Orbital elektron dan tingkat energi dari sistem elektron banyak diklasifikasikan menjadi 1s, 2s, 2p, 3s, 3p, 3d, dan seterusnya dalam kasus atom-atom hidrogenik. Masalahnya adalah bagaimana elektron-elektron tersebut didistribusikan ke dalam orbital elektron. Apakah seluruh elektron digabungkan ke dalam orbital yang paling stabil yaitu orbital 1s dengan energi terendahnya? Kesimpulan dari teori kuantum adalah bahwa hanya ada dua elektron yang dapat menempati orbital yang sama. Aturan ini berkaitan dengan momentum sudut khusus yang disebut sebagai spin elektron.
Keberadaan spin elektron dibuktikan melalui beberapa eksperimen yaitu :
1.       Eksperimen berkas atom oleh Stern dan Gerlach
            Aliran atom dapat dihasilkan dalam sebuah ruang vakum melalui nozel setelah melakukan evaporasi perak atau logam alkali dengan pemanasan. Aliran atom yang demikian itu dalam vakum disebut sebagai berkas atom. O. Stern dan W. Gerlach menemukan pada tahun 1922 bahwa berkas atom perak atau atom natrium, yang memiliki hanya satu elektron pada kulit terluar, berpisah membentuk dua garis dalam sebuah medan magnet tidak homogen.
Di dalam eksperimen ini berkas atom perak yang netral dilewatkan dalam suatu medan magnet tak homogen dalam arah sumbu z (Gb. 1). Jika atom tersebut mempunyai momen magnet µ, maka energi interaksinya dengan medan magnet adalah :
E = -µβ                        ... (3)
Di dalam medan magnet dengan gradien dβ/dz, maka atom tersebut mengalami gaya arah z sebesar :
Fz = µz dβ/dz                         ... (4)
Secara klasik, momen dipol magnet terorientasi secara acak sehingga diharapkan berkas atom setelah melewati medan magnet menjadi melebar. Hasil dalam eksperimen tersebut menunjukkan bahwa berkas atom terpecah menjadi dua komponen diskret yang berarti bahwa hanya ada dua kemungkinan nilai dari µz, karena atom perak hanya mempunyai sebuah elektron di kulit terluarnya, hasil eksperimen di atas menunjukkan bahwa spin elektron juga hanya mempunyai dua kemungkinan nilai.
Eksperimen ini memberikan gambaran bahwa sebuah elektron memiliki sebuah momen magnetik, yang merupakan sifat magnetik yang berkaitan dengan arus listrik melingkar.


Gambar 1. Eksperimen berkas atom oleh Stern dan Gerlach.
2.    Garis ganda (doblet) dalam spektrum atom logam alkali
            Sebuah warna oranye dari reaksi pembakaran natrium dapat dipancarkan dari lampu lecutan listrik dengan uap natrium. Garis-garis hitam (garis Fraunhofer) ditemukan dalam spektrum dari matahari terdiri dari garis-garis dengan panjang gelombang yang sama sebagaimana spektrum natrium dan disebut sebagai garis-garis D. Garis-garis D dari natrium berasal dari transisi antara tingkat 3s dan 3p dan pada garis-garis itu diamati terdiri dari dua garis yang berdekatan (doblet) pada panjang gelombang 5895.93 Å dan 5889.97 Å. Doblet seperti itu juga ditemukan pada atom alkali yang lain dan jarak pemisahannya diketahui akan semakin membesar dengan susunan Li < Na < K < Rb < Cs. S.A. Goudsmit dan G.E. Uhlenbeck mengusulkan bahwa pemisahan garis spektra disebabkan oleh momen magnetik dari sebuah elektron yang berkaitan dengan gerakan melingkarnya. Karena momentum sudut dikaitkan dengan gerakan melingkar dari sebuah muatan listrik, momentum sudut ini yang menjadi asal usul momen magnetik dari sebuah elektron. Momentum sudut yang berkaitan dengan gerakan melingkar oleh sebuah elektron disebut sebagai spin elektron.
Dalam usaha untuk membahas spin elektron dalam mekanika kuantum, operator harus diperkenalkan seperti pada momentum sudut orbital. Marilah kita menuliskan momen sudut spin sebagai s topi dan dengan komponen-z ditulis sebagai sz. Dengan mengambil analogi terhadap momentum sudut orbital, fungsi eigen yang umum Γ untuk s topi dan sz diharapkan ada dan harus memiliki hubungan sebagai berikut
s adalah bilangan kuantum untuk kuadrat dari spin dan disebut sebagai bilangan kuantum spin. ms adalah bilangan kuantum untuk komponennya dan disebut sebagai bilangan kuantum spin magnetik. Aturan umum untuk momentum sudut menyarankan bahwa ms harus memiliki 2s + 1 nilai yang mungkin dengan s, s – 1,…, s, s + 1, s, s.
Dengan eksperimen, berkas atom dipisahkan menjadi dua komponen dalam sebuah medan magnet dan spektra logam alkali terpisahkan menjadi 2 garis. Berdasarkan penemuan ini, ms disimpulkan hanya memiliki 2 nilai yang mungkin. Ini mengikuti ketentuan bahwa 2s + 1 = 2 dan karenanya kita mendapatkan s, s = 1/2, ms = ±1/2. Harus dicatat bahwa bilangan kuantum spin adalah sebuah setengah bilangan bulat dengan hanya satu nilai yaitu s = 1/2. Nilai yang dibolehkan untuk ms dibatasi hanya pada nilai ±1/2. Spin adalah momentum sudut yang sangat khusus jika dibandingkan dengan momentum sudut orbital.
Meskipun sifat yang khusus dari momentum sudut spin sangat sulit untuk dimengerti secara konseptual, perhitungan dan perlakuan matematikanya sangatlah sederhana. Karena hanya ada dua keadaan, maka hanya terdapat dua buah fungsi eigen. Biasanya fungsi spin berkaitan dengan dengan ms = 1/2 dinyatakan sebagai α, dan fungsi spin yang lain untuk ms = -1/2 dinyatakan sebagai β.
Dalam kaitan dengan orientasi dari momen magentik yang berkaitan dengan gerakan berputar, arah ke atas disebut sebagai spin α dan arah ke bawah disebut sebagai spin β. Variabel σ untuk fungsi spin α(σ), β(σ) disebut sebagai koordinat spin. Meskipun keberartian dari koordinat spin σ tidak jelas, kita tidak perlu untuk memperhatikan apa yang direpresentasikannya.
Koordinat spin adalah koordinat ke empat yang mengkuti tiga koordinat untuk posisi dalam ruang tiga dimensi. Secara formal, nilai yang dimungkinkan untuk koordinat spin hanya ada dua kasus yaitu orientasi keatas σ = ↑ dan orientasi ke bawah σ = ↓.
Probabilitas untuk menemukan sebuah elektron pada σ = ↑ adalah sama dengan 1 dalam keadaan spin ke atas α dan 0 dalam keadaan spin ke bawah β. Di sisi yang lain, probabilitas untuk menemukan sebuah elektron pada keadaan σ = ↓ adalah sama dengan 0 dalam keadaan spin ke atas α dan 1 dalam keadaan spin ke bawah β.
Dalam mekanika kuantum, beberapa integral perlu dihitung dalam kaitannya dengan probabilitas dan normalisasi. Sebagaimana untuk spin, sebuah penjumlahan yang sederhana untuk dua koordinat saja, ↑ dan ↓ yang diperlukan. Sebagai contoh persamaan (9) akan menghasilkan :
...(10)
Dan hal yang sama
...(11)
Sebagaimana dapat dilihat dari perhitungan-perhitungan ini, fungsi-fungsi spin α, β dalam persamaan (9) memenuhi sifat ortonormalitas.
Untuk sebuah fungsi ψ dari sebuah elektron dengan memperhatikan spin elektron, terdiri dari variabel untuk koordinat spasial x, y, z dan koordinat spin σ. Jika komponen dari spin elektron sz memiliki suatu nilai – nilai yang pasti, fungsi spin dapat terdiri dari α atau β. Ini akan memberikan keadaan bahwa fungsi orbital spasial untuk koordinat kartesian φ(x,y,z) menghasilkan pasangan fungsi gelombang untuk elektron-elektron yang di akomodasi dalam orbital spasial ini.
Persamaan-persamaan ini berkaitan dengan sebuah aturan bahwa jumlah elektron dalam setiap orbital spasial (dalam kasus sebuah atom dengan orbital 1s, 2s, 2px, 2py, 3dxy, dll.) haruslah tidak melebihi dua.
2.      Prinsip Pauli
Pauli mengemukakan hipotesisnya yang menyatakan bahwa dalam satu atom tidak mungkin dua elektron mempunyai keempat bilangan kuantum sama. Misal, 2 elektron akan menempati subkulit 1s. Tiga bilangan kuantum pertama akan mempunyai nilai yang sama (n = 1, l = 0, m = 0). Untuk itu bilangan kuantum yang terakhir, yaitu bilangan kuantum spin(s) harus mempunyai nilai berbeda (+1/2 atau -1/2)

Dengan kata lain, setiap orbital maksimal hanya dapat terisi 2 elektron dengan arah spin berlawanan. Sebagai contoh, pengisian elektron pada orbital 1s digambarkan sebagai berikut. [1]
Mengapa pada satu orbital hanya dapat ditempati maksimal oleh dua elektron? Karena jika ada elektron ketiga, maka elektron tersebut pasti akan mempunyai spin yang sama dengan salah satu elektron yang terdahulu dan itu akan melanggar asas larangan Pauli dengan demikian tidak dibenarkan. Jumlah elektron maksimal untuk tiap subkulit sama dengan dua kali dari jumlah orbitalnya. [1]
  • orbital s maksimal 2 elektron,
  • orbital p maksimal 6 elektron,
  • orbital d maksimal 10 elektron, dan
  • orbital f maksimal 14 elektron,
Karena satu orbital hanya ditempati 2 elektron, maka 2 elektron tersebut dibedakan berdasarkan arah putaran (spin) yang berbeda atau dapat dinyatakan bahwa elektron itu mempunyai bilangan kuantum spin berbeda.
Pertanyaan tentang berapa banyak elektron yang dapat menempati sebuah orbital atomik seperti pada orbital 1s adalah masalah yang sangat penting dalam hubungannya dengan spektra atomik dan sifat-sifat atomiknya. Solusi dari masalah ini diberikan oleh Pauli pada tahun 1924 dan aturan ini disebut sebagai prinsip Pauli atau prinsip eksklusi Pauli.
Prinsip Pauli yaitu tidak mungkin di dalam atom terdapat 2 elektron dengan keempat bilangan kuantum yang sama. Hal ini berarti, bila ada dua elektron yang mempunyai bilangan kuantum utama, azimuth dan magnetik yang sama, maka bilangan kuantum spinnya harus berlawanan.
Setiap orbital dapat ditempati oleh sebuah elektron dengan spin α atau spin β, akan tetapi ia tidak dapat ditempati oleh dua atau lebih elektron dengan spin yang sama. Aturan ini ditetapkan oleh Pauli berdasarkan hasil eksperimen seperti pada spektra atomik. Hal yang sangat penting adalah bahwa setiap elektron memenuhi aturan ini, dalam hubungannya dengan pembentukan fungsi gelombang elektron banyak.
Marilah kita meninjau dua elektron. Satu terletak pada sebuah koordinat q1 dan yang lain pada q2. Keadaan ini dinyatakan dengan sebuah fungsi gelombang yang ditulis sebagai Ψ(q1,q2). Hal yang sama sebuah keadaan untuk dua elektron dengan koordinat yang saling bertukar dapat ditulis sebagai Ψ(q1,q2). Meskipun Ψ(q1,q2) dan Ψ(q2,q1) secara matematika berbeda ekspresi yang menyatakan penomoran elektron-elektron sebagai 1 dan 2, kita tidak dapat mengenal setiap perbedaan dalam penomoran ketika kita mengamati elektron. Ini akan mengakibatkan bahwa probabilitas untuk menemukan elektron nomor 1 pada q1 dan elektron nomor 2 pada q2 harus sama dengan probabilitas untuk menemukan elektron nomor 1 pada q2 dan elektron nomor 2 pada q1.
Kita bisa menyatakan bahwa tanda dari sebuah fungsi gelombang dapat berubah atau tidak, ketika sebuah pasangan partikel yang identik dipertukarkan koordinat geometriknya. Sifat dari partikel akan menentukan yang mana dari dua kemungkinan tersebut yang dapat terjadi.
1.    Untuk tanda yang tidak berubah dengan sebuah perkalian +1, fungsi gelombangnya simetrik terhadap pertukaran koordinat dan partikel tipe ini disebut sebagai partikel Bose atau boson.
2.    Untuk tanda yang berubah dengan sebuah perkalian -1, fungsi gelombangnya antisimetrik terhadap pertukaran koordinat dan partikel tipe ini disebut sebagai partikel Fermi atau fermion.
Prinsip Pauli menunjukkan bahwa elektron adalah fermion dan fungsi gelombang akan berubah tandanya jika terjadi pertukaran koordinat. Jika sebuah fungsi gelombang simetrik diijinkan untuk elektron-elektron, ini akan berlawanan dengan prinsip Pauli. Sebagai contoh, marilah kita mengasumsikan bahwa terdapat dua elektron menempati orbital 1s dengan spin α. Fungsi gelombang Ψ yang berkaitan dengan asumsi ini dinyatakan dengan fungsi orbital φ1s sebagai berikut :
Jika elektron-elektron adalah foston, akan ada dua atau lebih elektron yang menempati keadaan 1s yang sama dalam atom. Akan tetapi, keadaan ini akan berlawanan dengan prinsip Pauli.
Di sisi lain, untuk fungsi gelombang yang simetrik, tidak ada keadaan yang berlawanan dengan prinsip Pauli yang dapat diterima. Gambaran ini dapat dengan mudah dilihat ketika sebuah fungsi gelombang determinan, yang diusulkan oleh J. C. Slater dan disebut sebagai determinan Slater.
Marilah kita memperkenalkan fungsi orbital ψ1 dan ψ2 yang juga terkandung koordinat spin sebagai tambahan dari koordinat spasial. Hamiltonian invarian terhadap pertukaran koordinat dari partikel identik dan bahwa jika Ψ = ψ1(q1)ψ2(q1) adalah sebuah solusi dari ψ = Eψ, maka ψ = ψ1(q2)ψ2(q2) juga merupakan solusi dari ψ = Eψ. Ini akan diikuti dengan keadaan bahwa determinan di atas memenuhi hubungan Ψ = EΨ. Dengan menggunakan determinan yang diusulkan oleh Slater, kita dapat membangun sebuah fungsi gelombang antisimetrik yang terdiri dari fungsi-fungsi orbital.
Sekarang kita mengasumsikan lagi bahwa ada dua elektron yang menempati orbital 1s dengan spin yang sama yaitu spin α. Dalam kasus ini, ψ1 = φ1s .α, ψ2 = φ1s .α, atau ψ1s = ψ2. Dengan demikian, kita dapat mengabaikan indeks dengan ψ1 = ψ2 = ψ.

















BAB III
PENUTUP
3.1     Kesimpulan
Telah di bahas dalam makalah ini bahwa elektron dapat berpindah dari satu orbital ke orbital lainnya melalui emisi ataupun absorpsi foton yang energinya sesuai dengan perbedaan potensial antar orbital, Tiap-tiap orbital atom memiliki satu set bilangan kuantumnya sendiri, yaitu energi, momentum sudut, dan proyeksi momentum sudut oleh karena elektron bermuatan, ia menghasilkan momen magnetik orbital yang proposional terhadap momentum sudut. Keseluruhan momen magnetik sebuah atom adalah setera dengan jumlah vektor momen magnetik orbital dan momen magnetik spin keseluruhan elektron dan inti atom.

3.2     Saran
               Agar kita lebih memahami lagi tentang pelajaran Orbital dan juga tetang asas pauli serta penerapannya dalam orbital  maka ada baikknya pengetahuan kita ini kita kembangkan demi mendapatkan pengetahuan yang sangat luas baik yang ada di dalamnya maupun di luar angkasa.












DAFTAR PUSTAKA

Beiser, Arthur. 1992. Fisika Moderen Edisi 4. Jakarta :Erlangga
Serway, A Raymod. 1989. Moderen Physics Third Edition University Of  Nort  Carolina – Wilmington
Halliday, Resnick. 1997. Fisika Jilid 2 Edisi 3. Jakarta: Erlangga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

selesai baca, di koment yaa
no plagiat
thanks