BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Interaksi yang berlangsung dalam kehidupan di sekitar
manusia dapat diubah menjadi interaksi yang bernilai edukatif. Interaksi yang
dapat disebut interaksi edukatif apabila secara sadar mempunyai tujuan untuk
mendidik dan untuk mengantarkan anak didik kea rah kedewasaannya. Dalam hal ini
yang menjadi pokok adalah maksud dan tujuan berlangsungnya interaksi tersebut,
karena kegiatan interaksi itu memang direncanakan atau disengaja. Kesadaran dan
kesenjangan melibatkan diri dalam proses pembelajaran pada diri siswa dan guru
akan dapat memunculkan berbagai interaksi belajar.
Belajar mengajar adalah sebuah interaksi yang bernilai
normatif, yang artinya didalam prosesnya anak didik berpegang pada ukuran,
norma dan nilai yang diyakininya. Setiap interaksi belajar mengajar pasti
bertujuan. Tujuan ini menentukan cara dan bentuk interaksi. Dalam mengajar
terjadi suatu proses menguji strategi dan rencana yang memungkinkan timbulnya
perbuatan belajar pada siswa. Interaksi edukatif harus menggambarkan hubungan
aktif dua arah dengan sejumlah pengetahuan sebagai mediumnya, sehingga
interaksi itu merupakan hubungan yang bermakna dan kreatif. Semua unsur
interaksi edukatif harus berproses dalam ikatan tujuan pendidikan. Karena itu,
interaksi edukatif adalah suatu
gambaran hubungan aktif dua arah antara guru dan anak didik yang berlangsung dalam ikatan tujuan pendidikan.
gambaran hubungan aktif dua arah antara guru dan anak didik yang berlangsung dalam ikatan tujuan pendidikan.
Dalam pengertian sederhana, guru adalah orang yang memberikan pengetahuan
kepada anak didik. Sementara anak didik adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari seseorang atau
sekelompok orang yang menjalankan kegiatan pendidikan. Keduanya merupakan unsur
paling vital di dalam proses belajar-mengajar. Sebab seluruh proses, aktivitas
orientasi serta relasi-relasi lain yang terjalin untuk menyelenggarakan pendidikan
selalu melibatkan keberadaan pendidik dan peserta didik sebagai aktor pelaksana.
Hal itu sudah menjadi syarat mutlak atas terselenggaranya suatu kegiatan
pendidikan. Dengan mendasarkan pada pengertian bahwa pendidikan berarti usaha
sadar dari pendidik yang bertujuan untuk mengembangkan kualitas peserta didik,
terkandung suatu makna bahwa proses yang dinamakan pendidikan itu tidak akan
pernah berlangsung apabila tidak hadir pendidik dan peserta didik dalam
rangkaian kegiatan belajar mengajar. Sehingga bisa dikatakan bahwa pendidik dan
peserta didik merupakan pilar utama terselenggaranya aktivitas pendidikan.
Pendidik dan peserta didik merupakan dua jenis status yang dimiliki oleh
manusia-manusia yang memainkan peran fungsional dalam wilayah aktivitas yang
terbingkai sebagai dunia pendidikan. Masing-masing posisi yang melekat pada
kedua pihak tersebut mewajibkan kepada mereka untuk memainkan seperangkat peran
berbeda sesuai dengan konstruksi struktural lingkungan pendidikan yang menjadi
wadah kegiatan mereka. Antara pendidik dan peserta didik terikat oleh suatu
tata nilai terpola yang menopang terjadinya proses belajar mengajar sesuai
dengan posisi yang diperankan. Semenjak penyusunan perencanaan pengajaran
sampai kepada evaluasi pengajaran telah melibatkan proses hubungan timbal balik
antara guru dan murid baik secara langsung maupun tidak langsung demi mencapai
tujuan kegiatan.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini yaitu:
1.
Apa yang dimaksud dengan
Interaksi Belajar Mengajar?
2.
Bagaimanakah proses interaksi
belajar antara guru dan siswa?
3.
Bagaimanakah hubungan,
perbedaan dan konsep antara guru dan siswa?
1.3 Tujuan
1.
Agar mengetahui pengertian
interkasi belajar mengajar
2.
Agar mengetahui proses
interaksi belajar antara guru dan siswa
3.
Agar mengetahui hubungan,
perbedaan dan konsep antara guru dan siswa?
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Interaksi Belajar Mengajar
Interaksi terdiri dari
kata inter (antar), dan aksi (kegiatan). Jadi interaksi adalah kegiatan timbal
balik. Dari segi terminologi “interaksi” mempunyai arti hal saling melakukan
aksi; berhubungan; mempengaruhi; antar hubungan. Interaksi akan selalu
berkait dengan istilah komunikasi atau hubungan. Sedang “komunikasi” berpangkal
pada perkataan “communicare” yang berpartisipasi, memberitahukan, menjadi
milik bersama.
Sardiman AM. mengatakan
bahwa dalam proses komunikasi, dikenal adanya unsur komunikan dan komunikator.
Hubungan komunikan dan komunikator biasanya menginteraksikan sesuatu, yang
dikenal dengan istilah pesan (message). Untuk menyampaikan pesan
diperlukan saluran atau media. Jadi, didalam komunikasi terdapat empat unsur
yaitu: komunikan, komunikator, pesan, dan saluran atau media.
Jika dikaitkan dengan
proses belajar mengajar, maka interaksi adalah suatu hal saling melakukan aksi
dalam proses belajar mengajar yang di dalamnya terdapat suatu hubungan antara
siswa dan guru untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan tersebut adalah suatu hal
yang telah disadari dan disepakati sebagai milik bersama dan berusaha
semaksimal mungkin untuk mencapai tujuan tersebut.
Belajar dan mengajar
merupakan dua konsep yang tidak bisa dipisahkan dalam kegiatan pengajaran. Belajar
mengacu kepada apa yang dilakukan oleh individu (siswa), sedangkan mengajar
mengacu kepada apa yang dilakukan oleh guru sebagai pemimpin belajar. Kedua
kegiatan tersebut menjadi terpadu dalam satu kegiatan manakala terjadi hubungan
timbal balik (interaksi) antara guru dengan siswa pada saat pengajaran
berlangsung.
Dalam pendidikan,
interaksi bersifat edukatif dengan maksud bahwa interaksi itu berlangsung dalam
rangka untuk mencapai tujuan pribadi anak mengembangkan potensi pendidikan.
Jadi, interaksi dalam hal ini bertujuan membantu pribadi anak mengembangkan
potensi sepenuhnya, sesuai dengan cita-citanya serta hidupnya dapat bermanfaat
bagi dirinya sendiri, masyarakat dan negara. Dalam interaksi itu harus ada
perubahan tingkah laku dari siswa sebagai hasil belajar. Di mana siswa yang
menentukan berhasil tidaknya kegiatan belajar mengajar dan guru hanya berperan
sebagai pembimbing.
Jadi, interaksi
belajar mengajar adalah kegiatan timbal balik antara guru dengan anak didik,
atau dengan kata lain bahwa interaksi belajar mengajar adalah suatu kegiatan
sosial, karena antara anak didik dengan temannya, antara si anak didik dengan
gurunya ada suatu komunikasi sosial atau pergaulan. Sedangkan menurut Soetomo,
bahwa interaksi belajar mengajar ialah hubungan timbal balik antara guru
(pengajar) dan anak (murid) yang harus menunjukkan adanya hubungan yang
bersifat edukatif (mendidik). Di mana interaksi itu harus diarahkan pada
suatu tujuan tertentu yang bersifat mendidik, yaitu adanya perubahan tingkah
laku anak didik ke arah kedewasaan.
2.2
Proses Interaksi Belajar Antara Guru Dan Siswa
Proses
belajar mengajar akan senantiasa merupakan proses kegiatan interaksi antara dua
unsur manusiawi di mana siswa sebagai pihak yang belajar dan guru sebagai pihak
yang mengajar. Proses itu sendiri merupakan mata rantai yang menghubungkan
antara guru dan siswa sehingga terbina komunikasi yang memiliki tujuan yaitu
tujuan pembelajaran.
Karena
mengajar dilakukan dengan maksud membantu siswa untuk belajar, maka pendidik
perlu memperhatikan kualitas mengajar. Menurut Hughes menyatakan bahwa kualitas
mengajar yang baik terletak pada kualitas respons yang diberikan guru kepada
siswa dalam interaksi belajar mengajar.
Sebagai
seseorang yang memiliki posisi strategis dalam kegiatan pembelajaran, guru
harus memiliki beberapa kompetensi meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Yang berkaitan
dengan kompetensi pedagogik yaitu kompetensi yang berhubungan langsung dengan
keterampilan guru dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan keterampilan guru
dalam menciptakan iklim komunikatif diharapkan siswa dapat berpartisipasi aktif
untuk mengeluarkan pendapatnya, mengembangkan imajinasinya dan daya
kreativitasnya. Tentu komunikasi guru dan siswa yang dimaksud adalah dalam
kegiatan pembelajaran tatap muka baik secara verbal maupun non verbal, baik
secara individual maupun kelompok dan dibantu dengan media atau sumber belajar.
Di dalam komunikasi pembelajaran, tatap muka seorang guru mempunyai
peran yang sangat penting di dalam kelas yaitu peran mengoptimalkan kegiatan
belajar. Ada tiga kemampuan esensial yang harus
dimiliki guru agar peran tersebut terealisasi, yaitu kemampuan merencanakan
kegiatan, kemampuan melaksanakan kegiatan dan kemampuan mengadakan komunikasi.
Ketiga kemampuan ini disebut generic essensial. Ketiga kemampuan ini sama
pentingnya, karena setiap guru tidak hanya mampu merencanakan sesuai rancangan,
tetapi harus terampil melaksanakan kegiatan belajar dan terampil menciptakan
iklim yang komunikatif dalam kegiatan pembelajaran.
Iklim
komunikatif yang baik dalam hubungan interpersonal antara guru dengan guru,
guru dengan siswa, dan siswa dengan siswa merupakan kondisi yang memungkinkan
berlangsungnya proses belajar mengajar yang efektif, karena setiap personal
diberi kesempatan untuk ikut serta dalam kegiatan di dalam kelas sesuai dengan
kemampuan masing-masing. Sehingga timbul situasi sosial dan emosional yang
menyenangkan pada tiap personal, baik guru maupun siswa dalam melaksanakan
tugas dan tanggung jawab masing-masing.
Dalam
menciptakan iklim komunikatif guru hendaknya memperlakukan siswa sebagai
individu yang berbeda-beda, yang memerlukan pelayanan yang berbeda pula, karena
siswa mempunyai karakteristik yang unik, memiliki kemampuan yang berbeda, minat
yang berbeda, memerlukan kebebasan memilih yang sesuai dengan dirinya dan
merupakan pribadi yang aktif. Untuk itulah kemampuan berkomunikasi guru dalam
kegiatan pembelajaran sangat diperlukan.
Kemampuan
itu menurut Raka Joni mencakup :
1. kemampuan guru mengembangkan sikap positif
siswa dalam kegiatan pembelajaran.
2. Kemampuan guru untuk bersikap luwes dan
terbuka dalam kegiatan pembelajaran.
3. Kemampuan guru untuk tampil secara bergairah
dan bersungguh-sungguh dalam kegiatan pembelajaran.
4.
Kemampuan
guru untuk mengelola interaksi siswa dalam kegiatan pembelajaran.
Adapun
usaha guru dalam membantu mengembangkan sikap positif pada siswa misalnya
dengan menekankan kelebihan-kelebihan siswa bukan kelemahannya, menghindari
kecenderungan untuk membandingkan siswa dengan siswa lain dan pemberian
insentif yang tepat atas keberhasilan yang diraih siswa.
Kemampuan
guru untuk bersikap luwes dan terbuka dalam kegiatan pembelajaran bisa dengan
menunjukkan sikap terbuka terhadap pendapat siswa dan orang lain, sikap
responsif, simpatik, menunjukkan sikap ramah, penuh pengertian dan sabar (Ali
Imran, 1995). Dengan terjalinnya keterbukaan, masing-masing pihak merasa bebas
bertindak, saling menjaga kejujuran dan saling berguna bagi pihak lain sehingga
merasakan adanya wahana tempat bertemunya kebutuhan mereka untuk dipenuhi
secara bersama-sama.
Kemampuan
guru untuk tampil secara bergairah dan bersungguh-sungguh berkaitan dengan
penyampaian materi di kelas yang menampilkan kesan tentang penguasaan materi
yang menyenangkan. Karena sesuatu yang energik, antusias, dan bersemangat
memiliki relevansi dengan hasil belajar. Perilaku guru yang seperti itu dalam
proses belajar mengajar akan menjadi dinamis, mempertinggi komunikasi antar
guru dengan siswa, menarik perhatian siswa dan menolong penerimaan materi
pelajaran.
Kemampuan
guru untuk mengelola interaksi siswa dalam kegiatan pembelajaran berhubungan
dengan komunikasi antara siswa, usaha guru dalam menangani kesulitan siswa dan
siswa yang mengganggu serta mempertahankan tingkah laku siswa yang baik. Agar
semua siswa dapat berpartisipasi dan berinteraksi secara optimal, guru
mengelola interaksi tidak hanya searah saja yaitu dari guru ke siswa atau dua
arah dari guru ke siswa dan sebaliknya, melainkan diupayakan adanya interaksi
multi arah yaitu dari guru ke siswa, dari siswa ke guru dan dari siswa ke
siswa.
Dalam proses interaksi
antara guru dan siswa memiliki pola yang meliputi sebagai berikut:
§
Pola dasar interaksi
Dalam pola dasar interaksi belum terlihat unsur pembelajaran yang
meliputi unsur guru, isi pembelajaran dan siswa yang semuanya belum ada yang
mendominasi proses interaksi dalam pembelajaran. Dijelaskan bahwa adakalanya
guru mendominasi proses interaksi, adakalanya isi yang lebih mendominasi,
adakalanya juga siswa yang mendominasi interaksi tersebut atau bahkan
adakalanya antara guru dan siswanya secara seimbang saling mendominasi.
§
Pola interaksi berpusat pada
isi
Dalam proses
pembelajaran terdapat kegiatan guru mengajarkan isi pembelajaran disatu sisi
dan siswa mempelajari isi pembelajaran tersebut disisi lain, namun kegiatan
tersebut masih berpusat pada isi/materi pembelajaran.
§
Pola interaksi berpusat pada
guru
Pada pembelajaran yang
kegiatannya semata-mata bepusat pada guru, pada umumnya terjadi proses yang
bersifat penyajian atau penyampaian isi atau materi pembelajaran. Dalam praktik
pembelajaran semacam ini, kegiatan sepenuhnya ada dipihak guru yang
bersangkutan, sedangkan siswa hanya menerima dan diberi pembelajaran yang
disebut juga siswa pasif.
§
Pola interaksi berpusat pada
siswa
Pada pembelajaran yang
kegiatannya semata-mata berpusat pada siswa, siswa merencanakan sendiri materi
pembelajaran apa yang akan dipelajari dan melaksanakan proses belajar dalam
mempelajari materi pembelajaran tersebut. Peran guru lebih banyak bersifat
permisif, yakni membolehkan setiap kegiatan yang dilakukan para siswa dalam
mempelajari apapun yang dikehendakinya.
Untuk meningkatkan
keaktifan proses pembelajaran ini, guru membuat perencanaan sebaik-baiknya dan
pelaksanaannya didasarkan atas rencana yang telah dibuat. Dengan cara semacam
ini, diharapkan hasil belajar lebih baik lagi sehingga terjadi keseimbangan
keaktifan baik dipihak guru maupun dipihak siswa.
2.3
Hubungan, Perbedaan dan Konsep Antara Guru dan Siswa
2.3.1
Hubungan Guru dan Siswa
Proses belajar mengajar
akan senantiasa merupakan proses kegiatan interaksi antara dua unsur manusiawi,
yakni siswa sebagai pihak yang belajar dan guru sebagai pihak yang mengajar,
dengan siswa sebagai subjek pokoknya. Dalam proses interaksi antara siswa dan
guru, dibutuhkan komponen-komponen pendukung seperti antara lain telah
disebutkan pada ciri-ciri interaksi edukatif. Komponen-komponen tersebut dalam
berlangsungnya proses belajar mengajar tidak dapat dipisah-pisahkan. Perlu
ditegaskan bahwa proses belajar mengajar yang dikatakan sebagai proses teknis
ini, juga tidak dapat dilepaskan dari segi normatifnya. Segi normatif inilah
yang mendasari proses belajar mengajar.
Sehubungan dengan uraian
di atas, maka interaksi edukatif yang secara spesifik merupakan proses atau
interaksi belajar mengajar itu, memiliki ciri-ciri khusus yang membedakan
dengan bentuk interaksi lain. Djamarah (1980) merinci ciri-ciri interaksi
belajar mengajar tersebut yaitu :
1.
Interaksi belajar mengajar
memiliki tujuan, yakni untuk membantu anak dalam suatu perkembangan tertentu.
Inilah yang dimaksud dengan interaksi belajar mengajar itu dasar tujuan, dengan
menempatkan siswa sebagai pusat perhatian. Siswa mempunyai tujuan, unsur
lainnya sebagai pengantar dan pendukung.
2.
Ada suatu prosedure (jalannya
interaksi) yang direncana, di desain untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Agar dapt mencapai tujuan secar optimal, maka dalam melakukan
interaksi perlu adanya prosedur atau langkah-langkah sistematis dan relevan.
Untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran yang satu dengan yang lain, mungkin
akan membutuhkan prosedur dan desain yang berbeda pula. Sebagai contoh misalnya
tujuan pembelajaran agar siswa dapat menunjukkan letak Kota New York, tentu
kegiatannya tidak cocok kalau disuruh membaca dalam hati, dan begitu
seterusnya.
3.
Interaksi belajar mengajar
ditandai dengan satu penggarapan materi yang khusus. Dalam hal ini materi harus
didesain sedemikian rupa sehingga cocok unutuk mencapai tujuan. Dalam hal ini
perlu memperhatikan komponen-komponen yang lain, apalagi komponen anak didik
yang merupakan sentral. Materi harus sudah didesain dan disiapkan sebelum
berlangsungnya interaksi belajar mengajar.
4.
Ditandai dengan adanya
aktivitas siswa. Sebagai konsekuensi bahwa siswa merupakan sentral, maka
aktivitas siswa merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya interaksi belajar
mengajar. Aktivitas siswa dalam hal ini, baik secara fisik maupun mental aktif.
Inilah yang sesuai dengan konsep CBSA. Jadi tidak ada gunanya guru melakukan
kegiatan interaksi belajar mengajar kalau siswa hanya pasif saja. Sebab para
siswalah yang belajar, maka merekalah yanh harus belajar.
5.
Dalam interaksi belajar
mengajar, guru berperan sebagai pembimbing. Dalam peranannya sebagai pembimbing
ini guru harus berusaha menghidupkan dan memberikan motivasi agar terjadi
proses interaksi yang kondusif. Guru harus siap sebagai mediator
dalam segala situasi proses belajar-mengajar, sehingga guru akan merupakan
tokoh yang akan dilihat dan akan ditiru tingkah lakunya oleh anak didik. Guru
(“akan lebih baik bersama siswa”) sebagai designer akan memimpin terjadinya
interaksi belajar-mengajar.
6.
Di dalam interaksi
belajar-mengajar membutuhkan disiplin. Disiplin dalam interaksi
belajar-mengajar ini diartikan sebagai suatu pola tingkah laku yang diatur
sedemikian rupa menurut ketentuan yang sudah ditaati oleh semua pihak dengan
secara sadar, baik pihak guru maupun pihak siswa. Mekanisme konkrit dari
ketaatan pada ketentuan atau tata tertib ini akan terlihat dari pelaksanaan
prosedur. Jadi langkah-langkah yang dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang
sudah digariskan. Penyimpangan dari prosedur, berarti suatu indikator
pelanggaran disiplin.
7.
Ada batas waktu. Untuk mencapai
tujuan pembelajaran tertentu dalam sistem berkelas (kelompok siswa), batas
waktu menjadi salah satu ciri yang tidak bisa ditinggalkan. Setiap tujuan akan
diberi waktu tertentu, kapan tujuan itu harus sudah tercapai.
Disamping beberapa ciri
tentang interkasi belajar mengajar unsur penilaian adalah unsur yang amat
penting. Dalam kaitannya dengan tujuan yang telah ditetapkan maka untuk
mengetahui apakah tujuan proses belajar- mengajar (interaksi edukatif) sudah
atau belum, perlu diketahui dengan kegiatan penilaian.
Interaksi belajar
mengajar dikatakan bernilai normatif karena di dalamnya ada sejumlah nilai.
Guru yang dengan sadar berusaha untuk mengubah tingkah laku, sikap, dan
perbuatan anak didik menjadi lebih baik, dewasa, dan bersusila yang cakap
adalah sikap dan tingkah laku guru yang bernilai edukatif.
Ada tiga bentuk
komunikasi antara guru dan anak didik dalam proses interaksi edukatif, yakni
komunikasi sebagai aksi, komunikasi sebagai interaksi, dan komunikasi sebagai
transaksi.
Komunikasi sebagai aksi
atau komunikasi satu arah menempatkan guru sebagai pemberi aksi dan anak didik
sebagai penerima aksi. Guru aktif, dan anak didik pasif. Mengajar dipandang
sebagai kegiatan menyampaikan bahan pelajaran.
Dalam komunikasi sebagai
interaksi atau komunikasi dua arah, guru berperan sebagai pemberi aksi atau
penerima aksi. Demikian pula halnya anak didik, bisa sebagai penerima aksi,
bisa pula sebagai pemberi aksi. Antara guru dan anak didik akan terjadi dialog.
Dalam komunikasi sebagai
transaksi atau komunikasi banyak arah, komunikasi tidak hanya terjadi antara
guru dan anak didik. Anak didik dituntut lebih aktif daripada guru, seperti
halnya guru, dapat berfungsi sebagai sumber belajar bagi anak didik lain.
2.3.2
Perbedaan Guru dan Siswa
Seiring berkembangnya zaman dan teknologi
profesi guru pun mengalami regenerasi, baik itu guru pada zaman sekarang maupun
zaman dulu. Adapun hal-hal yang membedakan guru pada zaman dulu dengan guru
pada zaman sekarang dalam proses belajar mengajar adalah sebagai berikut :
1.
Cara Mengajar
Cara mengajar yang
diterapkan oleh guru zaman dulu umumnya adalah dengan menggunakan penjelasan
yang bertele-tele, yang sepertinya setiap kata yang ada di buku itu dibaca.
Dengan metode ini, pengetahuan yang diterima siswa hanya bersumber dari sang
guru saja.
Sedangkan guru zaman
sekarang lebih sering hanya menjelaskan secara singkat materinya, lalu
mempersilahkan para siswa untuk bertanya apabila ada kesulitan. Dengan cara
ini, siswa jadi terpacu untuk mengembangkan pengetahuannya di luar sekolah.
Misalnya dengan browsing di Internet, mengikuti kursus, dan lain sebagainya.
Pengetahuan yang didapat pun akan semakin banyak.
2.
Cara menasehati siswa
Cara
menasihati siswa yang dilakukan oleh guru-guru zaman dulu adalah dengan
kalimat- kalimat yang biasanya kasar. Seperti menyinggung kondisi ekonomi
keluarganya, penampilannya, dan lain sebagainya. Hal ini akan membuat para
siswa saat itu menjadi berfikir keras agar tidak akan diledek oleh guru-guru
mereka.
Perlakuan berbeda
dilakukan guru zaman sekarang. Mereka biasanya menasihati para murid hanya
dengan nasihat-nasihat yang halus dan tidak sampai menyinggung perasaan murid
tersebut. Cara ini kurang efektif karena murid kadang-kadang hanya mendengarkan
di telinga kanan dan keluar di telinga kiri.
3.
Cara berinteraksi diluar kelas
Guru-guru zaman dulu
dengan gaya mengajarnya kaku, diluar kelas apabila disapa oleh murid nya,
mereka hanya tersenyum lalu berlalu begitu saja. Karena dalam diri mereka, ada
suatu doktrin yang menjelaskan bahwa ada garis pemisah antara guru dan murid.
Jadi, sang murid harus sangat menghormati gurunya.
Sedangkan guru zaman
sekarang lebih luwes dalam berinteraksi diluar kelas. Misalkan saja ada
murid-muridnya yang menyapa, mereka akan tersenyum lepas dan kadang-kadang
justru bercanda dengan murid-muridnya itu. Seakan akan tidak ada garis batas
antara murid dan guru. Guru pun bisa dijadikan tempat untuk mencurahkan segala
isi hati kita (curhat) tentang sekolah maupun kehidupan sehari-hari.
4.
Penggunaan Tekhnologi
Ketika zaman dulu, yang
mana saat itu teknologi belum secanggih sekarang ini, seorang guru apabila
ingin menjelaskan materinya, hanya dengan menggunakan kapur dan papan tulis
kayu saja. Atau bila dengan alat bantu, paling jauh hanya menggunakan peta
untuk pelajaran geografi.
Hal yang sangat berbeda
dilakukan oleh guru zaman sekarang. Guru sekarang lebih senang menuliskan
materi ajarnya di sebuah file presentasi yang nanti hasilnya bisa ditampilkan
di layar menggunakan LCD proyektor. Disamping lebih praktis, cara ini bisa
membantu para siswa untuk mengetahui lebih detail suatu gambar/objek/benda.
5.
Pemberian Nilai
Pemberian nilai yang
dilakukan oleh guru zaman dulu adalah selain nilai asli, ada nilai yang diambil
secara subyektif oleh guru tersebut. Hal-hal yang dinilai antara lain adalah
kesopanan, etika, dan keantusiasan siswa tersebut dalam mendalami materi yang
diajarkan guru tersebut. Sehingga dengan cara itu, nilai siswa benar-benar asli
sesuai dengan kenyataan yang ada pada siswa tersebut.
Berbeda dengan guru
zaman sekarang. Kebanyakan guru zaman sekarang hanya mengisi kolom nilai
seorang murid hanya dari hasil rata-rata ulangan ditambah tugas, dan
keaktifannya dalam bertanya ataupun menjawab. Sehingga tidak jarang nilai yang
muncul di rapor tidak mencerminkan kemampuan sebenarnya dari murid tersebut.
2.3.3
Konsep Guru dan Siswa
Dalam pengertian
sederhana, guru adalah orang yang memberikan pengetahuan kepada anak didik.
Sementara anak didik adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari seseorang
atau sekelompok orang yang menjalankan kegiatan pendidikan. Keduanya merupakan
unsur paling vital di dalam proses belajar-mengajar. Sebab seluruh proses,
aktivitas orientasi serta relasi-relasi lain yang terjalin untuk
menyelenggarakan pendidikan selalu melibatkan keberadaan pendidik dan peserta
didik sebagai aktor pelaksana. Hal itu sudah menjadi syarat mutlak atas
terselenggaranya suatu kegiatan pendidikan. Dengan mendasarkan pada pengertian
bahwa pendidikan berarti usaha sadar dari pendidik yang bertujuan untuk
mengembangkan kualitas
peserta didik, terkandung suatu makna bahwa proses yang dinamakan pendidikan itu tidak akan pernah berlangsung apabila tidak hadir pendidik dan peserta didik dalam rangkaian kegiatan belajar mengajar. Sehingga bisa dikatakan bahwa pendidik dan peserta didik merupakan pilar utama terselenggaranya aktivitas pendidikan.
peserta didik, terkandung suatu makna bahwa proses yang dinamakan pendidikan itu tidak akan pernah berlangsung apabila tidak hadir pendidik dan peserta didik dalam rangkaian kegiatan belajar mengajar. Sehingga bisa dikatakan bahwa pendidik dan peserta didik merupakan pilar utama terselenggaranya aktivitas pendidikan.
Pendidik dan peserta
didik merupakan dua jenis status yang dimiliki oleh manusia-manusia yang
memainkan peran fungsional dalam wilayah aktivitas yang terbingkai sebagai
dunia pendidikan. Masing-masing posisi yang melekat pada kedua pihak tersebut
mewajibkan kepada mereka untuk memainkan seperangkat peran berbeda sesuai
dengan konstruksi struktural lingkungan pendidikan yang menjadi wadah kegiatan
mereka. Antara pendidik dan peserta didik terikat oleh suatu tata nilai terpola
yang menopang terjadinya proses belajar mengajar sesuai dengan posisi yang
diperankan. Semenjak penyusunan perencanaan pengajaran sampai kepada evaluasi
pengajaran telah melibatkan proses hubungan timbal balik antara guru dan murid
baik secara langsung maupun tidak langsung demi mencapai tujuan kegiatan. Tentu
saja melihat ciri khas tujuan tersebut mengindikasikan bahwa iklim dan
orientasi belajar mengajar selalu mengupayakan terjalinnya transformasi nilai
substansi pendidikan agar sampai pada level pemahaman para murid dengan
indikasi terpenuhinya kriteria peningkatan kemampuan pribadi baik pada ranah
kognitif, afektif maupun psikomotorik.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Interaksi terdiri dari kata inter (antar), dan aksi
(kegiatan). Jadi interaksi adalah kegiatan timbal balik. Dari segi terminologi
“interaksi” mempunyai arti hal saling melakukan aksi; berhubungan;
mempengaruhi; antar hubungan. Interaksi akan selalu berkait dengan
istilah komunikasi atau hubungan. Sedang “komunikasi” berpangkal pada perkataan
“communicare” yang berpartisipasi, memberitahukan, menjadi milik
bersama.
Proses
belajar mengajar akan senantiasa merupakan proses kegiatan interaksi antara dua
unsur manusiawi di mana siswa sebagai pihak yang belajar dan guru sebagai pihak
yang mengajar. Proses itu sendiri merupakan mata rantai yang menghubungkan
antara guru dan siswa sehingga terbina komunikasi yang memiliki tujuan yaitu
tujuan pembelajaran.
Ada tiga bentuk
komunikasi antara guru dan anak didik dalam proses interaksi edukatif, yakni
komunikasi sebagai aksi, komunikasi sebagai interaksi, dan komunikasi sebagai
transaksi.
Pendidik dan peserta
didik merupakan dua jenis status yang dimiliki oleh manusia-manusia yang
memainkan peran fungsional dalam wilayah aktivitas yang terbingkai sebagai
dunia pendidikan.
3.2
Saran
Dalam peranannya sebagai pembimbing, guru harus berusaha menghidupkan dan
memberikan motivasi agar terjadi proses interaksi yang kondusif. Jadi guru harus siap sebagai mediator dalam
segala situasi proses belajar mengajar, sehingga guru akan merupakan tokoh yang
akan dilihat dan akan ditiru tingkah lakunya oleh anak didik. Guru (“akan lebih
baik bersama siswa”) sebagai designer akan memimpin terjadinya interaksi belajar
mengajar.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim, 2011. Komunikasi
Guru dan Siswa. (online) diakses di http://www.siln-davao.com/komunikasigurusiswa.html
Anonim.2012.Interaksi
Edukatif. (online) diakses di http://rinikurniasih11.files.wordpress.com/2012/06/makalah-interaksi-edukatif-kel8-belpem.pdf
bagus!
BalasHapus